Masa Pandemi (Mencari Cara untuk Tidak Memaki)
Sudah
satu setengah tahun masa pandemi Covid 19 belum berakhir. Banyak hal yang sudah
membuat kita berubah. Mulai dari kebiasaan memakai masker dan (mungkin)
pekerjaan lain untuk mendapatkan pemasukan. Bahkan saya mendengar yang awalnya
seorang pilot, sekarang menjadi penjual mie ayam. Apakah salah? Tidak ada yang
salah. Saya tidak sedang membicarakan tentang pekerjaan dan cara-cara bertahan
hidup. Tapi saya sedang membicarakan bagaimana cara kita tetap tidak memaki
kondisi pagebluk ini.
Di awal-awal pandemic mungkin banyak
yang masih belum terlalu risau, sebab masih ada tabungan dan beberapa
perhiasan, disamping terus berusaha dan berdoa bahwa pandemi akan cepat
berakhir dan berharap tak sampai setahun. Saat genap satu tahun, mulailah
terasa berat karena kehilangan pekerjaan membuat kita kerja serabutan.
Dan
kini, ditambah dengan PPKM yang terus diperpanjang, kondisi semakin berat sebab
semua pergerakan dibatasi. Lantas apakah layak kita memaki? Ada beberapa hal
yang bisa meredam emosi kita pada kondisi ini, dan interospeksi diri sebab ada
beberapa hal positif yang bisa kita renungkan.
1. 1. Latihan
mental untuk adaptif pada kondisi apapun.
Latihan
ini tak akan kita dapatkan ketika kita dalam kondisi baik-baik saja. Kondisi
nyaman dengan pekerjaan dan penghasilan yang baik. Tapi dengan banyaknya PHK
dan kondisi yang serba pas-pasan, ini membuat otak kita berpikir untuk bisa
bertahan hidup dengan usaha yang bisa meningkatkan pendapatan. Mungkin dengan
membuka usaha baru, menemukan hal-hal potensi diri yang selama ini tertutup,
atau melakukan hal-hal baru yang bisa memicu kreatfitas kita tanpa batas. Para
Ibu bisa memulai usaha masakan misalnya, atau melakukan hal lain yang bisa
menghasilkan.
2. 2. Mempererat
hubungan antar anggota keluarga
Kalau
selama ini mungkin seorang kepala rumah tangga jarang di rumah karena sibuk
dengan pekerjaan, sekarang bisa jadi akan berubah. Anak-anak yang jarang
bertemu dengan Ayahnya, sekarang (hampir tiap hari) akan bertemu dengan semua
anggota anggota keluarga. Sebab semua aktifitas akan banyak dilakukan di rumah.
Entah sekolah, kuliah atau pekerjaan lainnya. Bukankah itu adalah satu
kebahagiaan anak-anak? Meskipun pada akhirnya akan terasa membosankan juga, tapi
ada kalanya semasa pandemi ini, kita bisa menikmati kebersamaan dengan maksimal
di rumah saja. Misalnya masak-masak bersama, membersihkan rumah bersama, nonton
film bersama atau yang lain. Bahkan Ayah yang tidak pernah menemani anak
belajar, kini bisa menemani belajar online sambil memberikan nilai-nilai
karakter pada anak. Bukankah itu sesuatu yang indah? Sebab sejatinya Ayah dan
Ibu adalah guru bagi anak.
3. 3. Menyadari
ketergantungan kita hanya kepada Allah yang Maha Pencipta, Maha kuasa atas
segala sesuatu.
Menurut
saya ini yang paling penting. Sebab pandemi ini menuntut kita untuk lebih
berdiam diri, tafakur, berpikir atas semuanya. Mungkin awalnya bertanya dan
marah bahkan memaki mengapa ini terjadi, dan mengapa Allah mengambil
orang-orang yang kita cintai? Mengapa Allah mengambil pekerjaan kita dan kini
banyak orang susah. Ada banyak tanya yang kita ajukan kepadaNya sampai kita
lupa bahwa ketika sehat dan sukses, kita lupa bahwa semuanya adalah karunia
Allah semata. Itu semua pemberian Allah yang Maha Pemurah. Kita beranggapan
bahwa sukses yang kita raih adalah hasil kerja keras kita selama ini. Padahal
tidak.
Faktanya,
kita hanya berusaha semaksimal mungkin untuk bertahan dan mendapatkan
penghasilan. Kita menyadari bahwa pekerjaan yang kita dapatkan di dunia
pariwisata, travelling, entertainment termasuk dunia film, music, seniman dan
lainnya adalah anugerah yang luar biasa dari Allah, sementara sekarang masih
diambil kembali. Itu adalah hakNya. Kita tidak bisa apa-apa. Manusia pada
hakikatnya hanya menjalani apa-apa peluang yang ada di hadapannya. Ya, pada
akhirnya kita menyadari bahwa kita sangat bergantung padaNya, menyadari bahwa
kita tak bisa menghitung kebaikan-kebaikan yang selama ini kita dapatkan dan
apa-apa yang sudah kita miliki.
Pan-demi.
Demi apa? Demi apa Allah memberikan cobaan virus untuk dunia ini? Mungkin Dia
sedang berusaha untuk mengingatkan manusia, bahwa hanya DIA sang Maha Kuasa
atas dunia dan seisinya, sebab banyak orang sok kuasa dan sombong dengan
kekuasaannya yang secuil di dunia ini. Tergantung manusianya mau sadar atau
tidak. Yang terakhir saya ingin menyampaikan pesan Ibnu Athailah Assakandari
(Al Hikam) Orang-orang yang berserah adalah orang-orang yang bisa mengucap
syukur atas musibah yang menimpanya. Memang butuh waktu untuk mengucap
hamdalah, tapi yakinlah suatu saat kita bisa mengucapkan kalimat itu.
Aulia Manaf
Follow Instagram @auliamanaf
Idul Adha 2021
Tulisan ini sangat inspiratif 👍👍
BalasHapusTerima kasih. Heeiii... salam kenal. nama kamu siapa?
Hapus