Kritik Sosial yang Tak Pernah Usang

            Review Kumcer “Yang Lahir, Hilang, Menangis” (Alda Muhsi)

Oleh: Aulia Manaf

Pertanyaan butuh jawaban, sedangkan paksaan tak membutuhkan apa-apa selain anggukan. (Cerpen: Kematian).

Kumcer : YANG LAHIR, HILANG, MENANGIS
Penulis: Alda Muhsi
(Writerpreneur Medan)


            Buku yang tebalnya 110 halaman ini, banyak mengungkap kritik sosial yang terangkai dengan indah. Sebanyak selusin cerpen yang membuat saya berpikir setelah menuntaskan membacanya. Sebegitu rumitkah hidup manusia? Sebegitu mistisnya sebuah adat istiadat yang ada di sekitar kita, sampai-sampai menangis adalah sesuatu kegiatan yang sudah lekat di masyarakat kita. Mengeluarkan air mata adalah sesuatu yang sudah mendarah daging, sampai rasanya kebal. Itu karena banyak hal ketidakadilan yang selalu berseliweran di sekeliling kita.
            Misalnya cerpen “Yang Menangis di Balik pelaminan”, sebuah kisah tangis ironis di balik adat. Tradisi yang punya makna mendalam yang melambungkan status sosial. Hari gini masih berlaku status sosial? Iya, masih lekat di beberapa daerah di negara kita yang masih menjunjung tinggi-rendahnya kedudukan. Padahal yang lebih penting dari semua adalah kedudukan kita seberapa tinggi di hadapan Tuhan. Mimpi-mimpi perempuan yang terlalu tinggi kadang bisa menjerumuskan perempuan itu sendiri. Karena kenyataan tak seindah harapan-harapan yang melambung.
            Penulis yang juga tergabung dalam Komunitas Duta Damai Dunia Maya Sumatera Utara ini, juga pernah menulis Kumcer perdananya “Empat Mata yang Mengikat Dua Waktu” tahun 2016. 
           Sedangkan di buku yang baru ini, sangat kentara penulis mencurahkan tentang keresahan dan ketidakadilan hidup. Misalnya dalam cerpen “Penjara”, ada banyak pertanyaan-pertanyaan yang bergelayut di psikologi penulis. Bagaimana kondisi orang-orang yang ada dalam penjara? Bagaimana perbedaan hukuman antara laki-laki dan perempuan? Ada gumpalan pertanyaan yang bisa dieksplor lagi oleh penulis yang bisa jadi akan berbuah karya yang lebih dahsyat lagi. Kita tunggu karya berikutnya ya!
            Karena kita tahu semua yang ada di dunia ini kadang serba tak jelas. Keadilan hakiki kadang sulit didapat di dunia. Tema keseharian yang membuat kita tak henti berpikir karena ada pihak-pihak yang diuntungkan dan di sisi lain ada pihak yang dirugukan.
            Ohya, satu lagi yang ingin saya tulis, saya sangat suka cover buku ini. Konsep Hitam dan Putih yang membuat saya merinding ketika memegang kumpulan cerpen ini. Hitam dan putih yang melambangkan Kehidupan dan Kematian, Kebenaran dan Kesalahan, juga manusia yang serba munafik menghadapi keriuhan dunia ini. Ngakunya cinta, tapi menyakiti, ngakunya ingin menjadi orang besar tapi tak mau jujur dan tekun pada kemampuannya. Melihat kenyataan dari sudut yang berbeda.
Terima kasih, Alda Muhsi!
Selamat membaca, Teman-teman tercinta!  
   
                       


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.