Anakku Bukan Anakmu

April 21, 2019

Jangan pernah menanyakan, bagaimana perasaan seorang perempuan yang tidak punya anak,ketika pernikahannya sudah memasuki usia sepuluh tahun lebih. Jangan pernah mengasihani mereka yang tidak punya keturunan. Mereka tak butuh dikasihani.

ilustrasi Media cetak


      Begitu juga dengan aku. Kehidupan ekonomiku lebih dari cukup. Suamiku seorang pengusaha yang baik, dan semuanya lancar-lancar saja. Toh aku juga sudah punya banyak anak asuh di Panti Asuhan. Tapi memang ada sedikit yang kurang di rumah tanggaku. Tangisan bayi yang selalu kurindukan. Jadi tak ada alasan mengasihani aku. Lebih baik mengasihani anak-anak jalanan yang tidak bisa sekolah, atau janda- janda miskin yang sendirian menghadapi kehidupan ganas sekarang ini. Pertanyaan seperti itu, akan sangat menusuk ulu hati, dan akan segera menghancurkannya. Dan aku serta merta tak punya hati satu-satunya. Lalu bagaimana aku bisa hidup?
               Jangan tanya juga , siapa yang tidak mampu punya keturunan. Aku atau suami? Ah, sudah banyak dan tak terhitung perjuangan dan kesabaran yang sudah kurajut dengan suami tercinta. Tinggal menunggu kepercayaan dari Tuhan sang Pencipta Makhluk. Apakah kami diberi kepercayaan ngemong anak atau tidak. Aku sudah tidak memedulikannya lagi. Aku hanya bisa pasrah dan berdoa saja ditiap sujudku pada malam-malam terakhir. Mungkin Tuhan juga sudah bosan mendengar ratapan doa dan permintaanku yang itu-itu saja. Permohonan diberikan bayi yang mungil dan lucu yang akan lebih menyemarakkan rumah kami. 
                                   
                                                                             *****
 Dulu, lima tahun pertama pernikahan kami, aku selalu bertanya pada suami. “Mas , apa nggak ada rencana untuk menikah lagi?”, aku menanyakan ini dengan hati-hati. Kuperhatikan wajah lelaki di depanku.”Oalah, apa sih maksud pertanyaanmu, sayang?Tak ada sebersit niatan sedikitpun untuk menikah lagi”, ujar suamiku. Ternyata baginya menikah itu cukup satu kali saja. Dan tak mau menyakiti istri tercinta. Dia tersenyum. “Jangan sedih, sayang. Aku tak kan menuntut kamu harus punya anak. Kalau Tuhan masih belum memberi, mau bagaimana lagi?”
                          Begitulah, percakapan seperti itu, akan selalu terulang dan terulang. Dan setelah itu akan menguap begitu saja. Kegiatan dan kesibukanku berbisnis telah sedikit melupakan masalahku yang satu itu. Sudahlah , semuanya akan baik-baik saja. Aku hanya menjalani lakon kehidupan yang ditakdirkan Tuhan padaku. Entah kapan diberi kepercayaan.
                        Jangan tanya juga, aku sudah melakukan usaha apa saja. Sudah puluhan kali periksa ke dokter spesialis kandungan. Sudah puluhan juta melayang untuk pemeriksaan itu. Dokter sudah memberikan obat-obatan penyubur, dan berbagai macam terapi aku lakukan. Mulai terapi herbal, terapi akupuntur, pijat refleksi, dan bermacam terapi lainnya. Dari pengobatan yang masuk akal sampai yang tak masuk di logika. Dari dunia kedokteran sampai dunia perdukunan. Semua sudah kucoba. Tak ketinggalan, banyak informasi yang sudah kulahap habis. Mulai dari buku panduan, koran, majalah dan tabloid wanita. Semua info seputar kehamilan tuntas kubaca. Juga dari media internet, semua info untuk mendapatkan anak sudah aku download. Dan itu menghabiskan dana yang tidak sedikit. Tapi aku yakin masih ada harapan. Esok mentari masih akan bersinar. Masih ada yang perlu dicoba. Adalah bayi tabung yang masih akan kami bahas dengan suami.
                                   
                                                                             *****
            Pagi yang panas itu, aku mengantar anakku Rino yang masih TK B berangkat sekolah. Biasanya dia hanya diantar sopir saja. Tapi hari ini aku ingin mengantar anak asuhku ke sekolah. Aku mengambil Rino dari panti asuhan sejak umur dua tahunan. Banyak yang menanyakan tentang kondisiku. “Bu Hesty, apa kabar? Sudah isi nih?”, Bu Asri  bertanya padaku sambil menunjuk perutnya sendiri yang gendut. Padahal dia tidak sedang hamil. Aku hanya tersenyum kecut sambil menggeleng. “Aduh, kasihan banget Bu Hesty. Nggak nyoba bayi tabung? Coba saja. Pasti gak ada masalah kan soal biaya? Suami pasti punya banyak anggaran kan?” bisik wanita parobaya yang selalu berdandan menor ini padaku. Ya ampun, mau tahu saja Bu Asri ini. Soal biaya ya, pasti tak ada masalah. Tapi entah kapan aku mencobanya. Aku terpaksa tersenyum lagi dan berlalu dari hadapannya. “Saya akan mencobanya,Bu”. Aku ingin cepat-cepat pulang meningglkan omongan orang-orang yang tidak bertanggungjawab itu. Huh, aku mendengus sebal. Orang-orang masih juga bertanya tentang momongan yang tak jua hadir. Tak menghiraukan aku yang hampir putus asa. Tak berpikir kalau itu sangat menyesakkan dada ini. Ah, orang-orang selalu begitu. Bisanya hanya berkomentar dan mengkritisi.
                       
                                    *****
                                   Sudah hampir sebelas tahun. Ya, waktu semakin jauh berlari. Dan akupun tak ada tanda-tanda positif. Padahal aku tak pernah berKB. Tapi mengapa saat-saat menunggu menjadi semakin menyiksaku. Apakah kesabaranku benar-benar diuji? Aku terduduk di kamar ini. Terus membuka-buka lembaran tabloid di pangkuanku. Ada foto-foto balita yang terpampang disana. Begitu lucunya. Pipi chubby, senyum manis tanpa gigi, mata bulat bening, dan tubuhnya mungil. Tuhan, kapankah Kau beri anugerah terindah itu? Kapan Kau beri kesempatan menggendong bayi yang lucu? Aku rindu tangisan bayi! Kapankah itu? Mataku nanar berair. Dadaku terasa sesak tak terperi. Megapa aku merasa menjadi wanita tak bermakna? Wanita tak sempurna. Tak bisa memberikan keturunan untuk suami tercinta. Padahal aku tak boleh punya pikiran seperti ini. Yang malah menambah tertekan batinku.
             Ku raih HP dan mulai kupencet tutsnya.”Mas, gimana kalo kita mencoba bayi tabung? Mau nggak?”. Segera kukirim SMS ke lelakiku. Dan ternyata segera muncul balasan. “Boleh. Kenapa tidak?”. Aku mencoba tersenyum. Kuhapus titik-titik air mata yang menderai. Kuletakkan kembali HP dan sejenak kurebahkan tubuh ini yang tiba-tiba terasa lelah.

                                                         *****

Bulan demi bulan kulalui dengan kecemasan yang luar biasa. Menunggu hasil bayi tabung. Apakah bisa berhasil atau tidak. Ternyata memang tak semudah menanam sayuran atau bunga. Ada proses yang harus dilalui. Menunggu apakah embrio akan hidup dalam rahimku atau tidak. Setelah beberapa lama, aku kontrol lagi ke dokter. Namun , hasilnya kembali nihil. Dokter hanya bisa berusaha. Tapi tetap Tuhan yang menentukan. Ah, aku kembali gigit jari.
         Gagal sudah semuanya.   

                                                         *****
Tapi bukan Hesty namanya kalau putus asa. Tidak. Aku tetap tak boleh putus asa. Pagi itu setelah suami berangkat ke kantor, dan Rino sudah berangkat sekolah, diam-diam Hesty punya ide untuk browsing lagi di internet. Cari info lagi dan pengalaman-pengalaman berharga dari perempuan lain yang kesulitan punya anak. Dan mulailah dia berselancar ke google. Akhirnya tak sengaja dia bertemu dengan situs www.beautyperson-intheworld.com. Situs yang kegiatannya mengumpulkan dan memperjualbelikan sperma dan sel telur orang-orang cantik dan ganteng sedunia. Wow! Luar biasa. Ada-ada saja kerjaan orang-orang ini.
            Dimana ya alamatnya? Aku penasaran dan tergerak untuk tahu lebih jauh tentang situs ini. Entahlah, tiba-tiba aku punya niatan iseng untuk membeli sperma dari salah satu orang cakep yang ada dalam foto-foto yang terpampang di dunia maya itu. Wuih, semua memang cakep-cakep. Memang, semua peserta sudah diseleksi dengan ketat. Aku mencoba untuk mengontak nomor telpon yang ada di alamat itu. Menanyakan bagaimana prosedur untuk membeli sperma yang ditawarkan. Siapa tahu ini adalah jalan untuk mendapatkan anak? Aku terhenyak. Aku bimbang, apakah boleh yang aku lakukan ini, tanpa sepengetahuan suami? Ah peduli amat. Aku hanya iseng kok.
              Tak disangka. Akhirnya deal! Permohonanku disetujui di dunia maya itu. Surprise! Semua sudah kubayar lewat kartu kredit. Beres. Tinggal menunggu kiriman sperma dari negeri Paman Sam. Oh Tuhan, seperti mimpi rasanya. Aku akan kembali melakukan usaha bayi tabung. Segera aku menelpon dokter kandungan langgananku. Dan semuanya akan baik-baik saja.
        Yap, kembali untuk yang kedua kalinya aku memohon-mohon pada dokterku. “Ayolah ,Dok. Apa nggak kasihan sama saya? Suamiku ingin sekali punya anak sendiri”, aku memohon-mohon pada dr.Varian.”Oke. Tapi semua risiko tanggung sendiri,ya?”, aku tersenyum lega mendengar kata-katanya.
       Beberapa minggu kemudian, aku telat! Apakah memang hamil? Aku sungguh deg-degan. Dan segera memeriksakan kandunganku. Yes, aku hamil! Segera kukabarkan berita bahagia ini pada suami. Betapa bahagianya dia. Raut wajahnya selalu kelihatan cerah setiap pagi. Setelah itu mengelus perutku sebelum berangkat kerja.
     “Mama, doaku akhirnya terkabul. Aku hanya ingin melihat kamu memakai baju hamil. Pasti kamu tambah kelihatan cantik dan lucu”, lelaki itu tersenyum sangat manis dan mencium perutku yang mulai kelihatan membesar.

                                                  *****

Aku sudah menduga, anakku lahir benar-benar sangat cantik. Tapi aku tak menyangka sampai secantik itu. Kulitnya putih bersih, matanya kebiruan, bibirnya merah, hidungnya bangir dan rambutnya agak kecoklatan. Suamiku juga agak heran melihatnya.”Ma, anak kita cantik banget. Mirip bule,ya?”, dia tersenyum tak berkedip melihat bidadari kecil di depannya. “Sudahlah, jangan mikir yang aneh-aneh. Bersyukur saja. Lagian aku tak pernah punya hubungan dengan bule. Kalau kagum sama David Beckham sih ,iya”, aku tertawa kecil memandang suamiku . Diapun ikut tertawa..
         Kupandangi si kecil mungil dipangkuanku. Kamu memang cantik.
       Semua usahaku akhirnya membuahkan hasil. Terserah apa penilaian Tuhan. Aku hanya ingin membungkam mulut orang-orang yang sok tahu dan selalu usil dengan rumah tangga orang. Sekarang semua orang sudah diam. Malah banyak yang kagum dan bertanya-tanya , kok bisa sih Bu Hesty melahirkan anak mirip bule? Pasti kebanyakan nonton film barat. Atau ada yang bilang, dia memang ngefans sama David Beckham! Tuh, apa hubungannya? Ada-ada saja anggapan orang.
      Tak ada yang tahu , apa yang sudah aku lakukan. Untuk saat ini, aku tak ingin lagi mendengar kata-kata,” Kasihan ya Bu Hesty, lama nggak punya anak. Jangan-jangan nanti suaminya menikah dengan wanita lain”.          



(Cerpen ini dimuat di Jawa Pos- Radar Bromo , Agustus 2010)


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.